-->

Kemenkes Deteksi Kasus Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia


JAKARTA, LELEMUKU.COM - Menyusul negara lain, Indonesia mendeteksi keberadaan subvarian omicron BA.4 dan BA.5. Juru bicara Kementerian Kesehatan Muhammad Syahril mengungkapkan sejauh ini empat kasus kedua varian siluman omicron tersebut pertama kali terdeteksi pada 6 Juni 2022.

Syahril menjelaskan, empat kasus tersebut terdiri dari satu WNI, dan tiga WNA yang merupakan delegasi dari pertemuan The Global Platform Disaster Risk Reduction (GPDRR).

“Yang BA.4 ini adalah laki-laki, 27 tahun WNI, kemudian kondisi klinisnya tidak bergejala, dan vaksinasi sudah dua kali. Kemudian yang tiga orang ini adalah masuk subvarian BA.5, semuanya laki-laki. Ini merupakan PPLN, delegasi pertemuan GPDRR di Bali, pada 23-28 Mei,” ungkap Syahril dalam telekonferesi pers, di Jakarta, Jumat (10/6).

Ia menambahkan, hanya satu WNA yang memiliki gejala ringan seperti sakit tenggorakan dan badan pegal. Sementara dua lainnya sama sekali tidak bergejala. Adapun status vaksinasi COVID-19 dari ketiga WNA tersebut sudah mendapatkan booster, bahkan ada yang sudah mendapatkan vaksinasi sebanyak empat kali.

Lebih lanjut, Syahril mengungkapkan berdasarkan data interim yang ada, subvarian omicron BA.4 dan BA.5 ini kemungkinan memiliki kemampuan transmisi yang lebih cepat dibandingkan subvarian omicron BA.1 dan BA.2.

Namun, jika dilihat dari segi tingkat keparahannya, kedua subvarian omicron terbaru ini tidak terindikasi menimbulkan kesakitan yang lebih parah dibandingkan varian omicron sebelumnya.

Meski begitu, yang perlu diwaspadai dari kedua subvarian omicron ini, ujar Syahril, adalah penurunan terhadap kemampuan terapi antibody monoclonal.

“Ini yang perlu kita waspadai yaitu immune escape. Dia menghindar dari imunitas seseorang. Jadi ini memiliki kemungkinan, lolos dari perlindungan seseorang yang dimiliki dari vaksinasi maupun dari kekebalan alamiah,” tuturnya.

Penyebaran Varian Baru Tidak Dapat Dihindari

Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengungkapkan masuknya varian atau subvarian baru COVID-19 ke Indonesia hanya persoalan waktu. Menurutnya, hal tersebut sulit untuk dicegah dengan berbagai interaksi dan pelonggaran di tingkat global yang cenderung meningkat memasuki tahun ketiga pandemi COVID-19.

Oleh karena itu, yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan selalu memperkuat sistem kesehatan nasional, agar siap menghadapi berbagai kemungkinan lonjakan kasus di masa yang akan datang.

“Artinya apakah ini akan bisa menambah kasus infeksi di Indonesia? Ya jelas ada, dan itu sudah terbukti di banyak negara, seperti di Taiwan, China, Jepang dan sebagainya,” ungkapnya kepada VOA.

Meskipun mayoritas yang tertular subvarian omicron BA.4 dan BA.5 tidak bergejala, ujarnya, potensi keparahan bahkan kematian pada kelompok rawan yakni lansia dan yang memiliki kumorbid sangat besar. Maka dari itu, ia menyarankan kepada pemerintah selain akselerasi dosis lengkap, pemberian vaksin penguat atau booster perlu dilakukan.

“Sekarang bagaiman respon kita? Ya akselerasi dosis ketiga khususnya di kelompok rawan, setidaknya di akhir tahun ini kita targetkan 50 persen dari target populasi kita sudah mendapat dosis ketiga, dan setidaknya 70 persen dari kelompok berisiko itu sudah mendapat dosis ketiga plus bila diperlukan pada bebarapa kasus dan kelompok bisa diberikan dosis keempat sebetulnya. Selain itu literasi, membangun kewaspadaan, serta strategi komunikasi risiko yang baik, konsisten perlu dilakukan agar masyarakat tetap menerapkan pola hidup sehat, bersih, dan adaptif terhadap situasi pandemi,” pungkasnya. (VOA)

Tentang Kami

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel