-->

MRP Sebut UU Otsus Berpeluang Merugikan Rakyat Papua

MRP Sebut UU Otsus Berpeluang Merugikan Rakyat Papua.lelemuku.com.jpg

JAYAPURA, LELEMUKU.COM – Setelah menunggu satu tahun satu hari, Majelis Rakyat Papua (MRP) akhirnya mendengarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perkara nomor 47/PUU/XIX/2021.

MK menolak permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yang diajukan Majelis Rakyat Papua (MRP). Pasalnya, MK menilai permohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan judicial review.

Sidang yang dipimpin ketua MK Anwar Usman dilakukan secara terbuka dan MRP sendiri mengikuti proses sidang tersebut secara virtual di Hotel Horison Ultima, Rabu, (31/8/2022).

“Menolak permohonan pemohon selain dan selebihnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Jakarta.

MK berpendapat bahwa pemohon MRP tidak dapat menjelaskan anggapan kerugian hak konstitusionalnya seperti isi gugatan baik yang bersifat faktual, spesifik, atau paling tidak ada hubungan sebab akibat.

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua menjelaskan hasil putusan menolak permohonan pemohon di MK, meski demikian MRP masih melihat UU Otsus berpeluang merugikan rakyat Papua.

“MRP menguji 8 pasal diantaranya pasal 6 ayat 2, Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat 3, Pasal 68A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus Papua, dimana pasal-pasal ini berpotensi merugikan orang asli Papua,” kata Murib.

Murib menjelaskan dengan pembacaan putusan MK terkait judicial review, ada tiga keputusan diantaranya pertama semua pasal tidak dibacakan keputusan yang berpihak kepada versi MK maupun versi MRP.

“Kedua, menurut ketua MK bahwa di internal 9 hakim MK ada pro dan kontra dengan hasil putusan judicial review dan ketiga UU nomor 2 tahun 2021 sudah sah untuk daerah khusus seperti di Papua,” ujar Murib.

MRP melihat keputusan MK hari ini tidak terlalu memihak ke orang asli Papua dan juga tidak memihak kepada pembuat UU di Jakarta jadi kelihatannya masih tidak memberikan kepastian hukum terlihat dengan pro kontra di dalam internal 9 hakim Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

“Pada prinsipnya putusan ini sudah sah, sehingga dalam pelaksanaan sudah tidak ada lagi masalah pro dan kontra. Keputusan mana yang sudah mengikat, harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat orang asli Papua,” tuturnya. (HumasMRP)

Tentang Kami

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel