-->

Perang Di Ukraina Telah Disoroti Sehingga Menjadi Perpecahan Di Negara-negara Timur Tegah

WASHINGTON,LELEMUKU.COM -  Di ibu kota Irak, poster raksasa Vladimir Putin bertuliskan "Kami dukung Rusia" terpampang selama beberapa jam sebelum diturunkan oleh pasukan keamanan. Peraturan kemudian muncul: Semua foto Putin dilarang dipasang di tempat-tempat umum.

 Di Lebanon, milisi Hizbullah mengutuk kecaman pemerintah atas serangan Rusia terhadap Ukraina, dan menuntut netralitas pemerintah.

 Perselisihan ini menunjukkan perpecahan mendalam terkait perang Ukraina di Timur Tengah, di mana Rusia telah memperkuat pengaruhnya dalam beberapa tahun terakhir, menjalin pertemanan dengan tokoh-tokoh negara dan non-negara sementara pengaruh Amerika di kawasan itu memudar.

 Elit politik yang bersekutu erat dengan Barat berhati-hati dan tidak ingin mengasingkan Rusia atau AS dan Eropa. Tapi kekuatan lain, mulai dari faksi milisi Syiah di Irak, hingga kelompok Hizbullah di Lebanon dan pemberontak Houthi di Yaman, dengan lantang menyuarakan dukungan mereka terhadap Rusia melawan Ukraina.

 Kelompok-kelompok ini dianggap sebagai pijakan Iran di tanah yang disebut "poros perlawanan" anti-AS. Putin mendapatkan dukungan mereka karena hubungannya yang erat dengan Teheran dan intervensi militer Putin dalam perang saudara di Suriah dan mendukung Presiden Bashar Assad.

 Mereka melihat Putin sebagai mitra yang bisa diandalkan yang, tidak seperti Amerika, tidak pernah menghianati sekutunya. Mereka bahkan punya nama panggilan sayang untuk Putin, "Abu Ali," nama yang umum di kalangan Muslim Syiah dan menggambarkan persahabatan.

 Sementara itu, pemerintah terus berhati-hati. "Irak menentang perang tapi tidak mengecamnya atau berpihak," kata analis politik Ihsan Alshamary, yang mengepalai Political Thought Think Tank di Baghdad. Irak harus netral karena mempunyai kepentingan dengan kedua pihak, Rusia dan Barat, ujarnya.

 Ia mengatakan sekutu Iran di kawasan tersebut terang-terangan mendukung Rusia "karena mereka anti-Amerika dan anti-Barat dan percaya bahwa Rusia sekutu mereka."

 Investasi Rusia di di Irak dan di daerah yang dikuasai Kurdi mencapai $14 miliar (sekitar Rp199 mliar), dan sebagian besar fokus pada sektor energi, kata Dubes Rusia Elbrus Kutrashev pada kantor berita Kurdi Irak "Rudaw" dalam wawancara baru-baru 

 "Kami bersimpati dengan warga sipil, sebagai warga yang juga pernah merasakan pahitnya perang," tulis Zahra Obaidi, salah satu pengguna Facebook. "Kami punya tenda untuk para pengungsi dan pengungsi internal, kalian bisa pakai tenda itu," tulis Hafidh Salih. 

 Toby Dodge, seorang profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, mengatakan langkah Irak - abstain dari pengambilan suara di PBB meski membatasi kegiatan ekonomi - adalah bijaksana, untuk mengatasi risiko jangka pendek tanpa mengambil sikap ideologis. 

Namun jika perang terus berlangsung, sulit untuk bisa mempertahankan strategi ini.

 "Irak sangat terpecah secara politik di mana aktor-aktor politik pro-Iran dan yang anti-Iran berupaya menancapkan otonominya. Perang di Ukraina menjadi panggung pertunjukan (politik) lain, contoh lain di mana kedua belah pihak berusaha mendongkrak reputasi mereka," ujarnya. [VOA]

Tentang Kami

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel